Selasa, 21 Desember 2010

Sejarah Huruf Braille


11:00:00 PM | ,

Malam JEBLOGERS!!!

Kali ini Ujib membawa kabar cukup menarik tentang asal usul huruf Braille. Mari simak...

Sejarah dan Sistem Huruf Braille


Louis Braille

Braille adalah sejenis sistem tulisan sentuh yang digunakan oleh orang buta. Sistem ini diciptakan oleh seorang Perancis yang bernama Louis Braille yang buta disebabkan kebutaan waktu kecil. Ketika berusia 15 tahun, Braille membuat suatu tulisan tentara untuk memudahkan tentara untuk membaca ketika gelap. Tulisan ini dinamakan huruf Braille. Namun ketika itu Braille tidak mempunyai huruf W.

Sejarah Huruf Braille

Munculnya inspirasi untuk menciptakan huruf-huruf yang dapat dibaca oleh orang buta berawal dari seorang bekas perwira artileri Napoleon, Kapten Charles Barbier. Barbier menggunakan sandi berupa garis-garis dan titik-titik timbul untuk memberikan pesan ataupun perintah kepada serdadunya dalam kondisi gelap malam. Pesan tersebut dibaca dengan cara meraba rangkaian kombinasi garis dan titik yang tersusun menjadi sebuah kalimat. Sistem demikian kemudian dikenal dengan sebutan night writing atau tulisan malam.

Demi menyesuaikan kebutuhan para tunanetra, Louis Braille mengadakan uji coba garis dan titik timbul Barbier kepada beberapa kawan tunanetra. Pada kenyataannya, jari-jari tangan mereka lebih peka terhadap titik dibandingkan garis sehingga pada akhirnya huruf-huruf Braille hanya menggunakan kombinasi antara titik dan ruang kosong atau spasi. Sistem tulisan Braille pertama kali digunakan di L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles, Paris, dalam rangka mengajar siswa-siswa tunanetra.

Kontroversi mengenai kegunaan huruf Braille di Perancis sempat muncul hingga berujung pada pemecatan Dr. Pignier sebagai kepala lembaga dan larangan penggunaan tulisan Braille di tempat Louis mengajar. Karena sistem baca dan penulisan yang tidak lazim, sulit untuk meyakinkan masyarakat mengenai kegunaan dari huruf Braille bagi kaum tunanetra.

Salah satu penentang tulisan Braille adalah Dr. Dufau, asisten direktur L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles. Dufau kemudian diangkat menjadi kepala lembaga yang baru. Untuk memperkuat gerakan anti-Braille, semua buku dan transkrip yang ditulis dalam huruf Braille dibakar dan disita. Namun dikarenakan perkembangan murid-murid tunanetra yang begitu cepat sebagai bukti dari kegunaan huruf Braille, menjelang tahun 1847 sistem tulisan tersebut diperbolehkan kembali.

Pada tahun 1851 tulisan Braille diajukan pada pemerintah negara Perancis agar diakui secara sah oleh pemerintah. Sejak saat itu penggunaan huruf Braille mulai berkembang luas hingga mencapai negara-negara lain. Pada akhir abad ke-19 sistem tulisan ini diakui secara universal dan diberi nama ‘tulisan Braille’. Di tahun 1956, Dewan Dunia untuk Kesejahteraan Tunanetra (The World Council for the Welfare of the Blind) menjadikan bekas rumah Louis Braille sebagai museum. Kediaman tersebut terletak di Coupvray, 40 km sebelah timur Paris.

Sistem Huruf Braille



Sistem tulisan Braille mencapai taraf kesempurnaan di tahun 1834. Huruf-huruf Braille menggunakan kerangka penulisan seperti kartu domino. Satuan dasar dari sistem tulisan ini disebut sel Braille, di mana tiap sel terdiri dari enam titik timbul; tiga baris dengan dua titik. Keenam titik tersebut dapat disusun sedemikian rupa hingga menciptakan 64 macam kombinasi. Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan dapat melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda musik, simbol matematika dan lainnya. Ukuran huruf Braille yang umum digunakan adalah dengan tinggi sepanjang 0.5 mm, serta spasi horizontal dan vertikal antar titik dalam sel sebesar 2.5 mm.


Abjad Braille

Braille terdiri dari sel yang mempunyai 6 titik timbul yang dinomorkan seperti berikut:



dan kehadiran atau ketiadaan titik itu akan memberi kode untuk simbol tersebut. Huruf Braille Bahasa Melayu adalah hampir sama dengan kode huruf Braille Inggeris. Perkataan, simbol (seperti tanda seru dan tanda soal), beberapa perkataan dan suku kata bisa didapat secara terus. Contohnya perkataan orang disingkat menjadi org. Ini membolehkan buku Braille yang lebih nipis dicetak.

Huruf Braille juga telah diperkaya sehingga dapat digunakan untuk membaca nota musik dan matematik. Kini Braille telah diubahsuai dengan menambah dua lagi titik menjadikan Braille menjadi kode 8 titik. Ini memudahkan pembaca Braille mengetahui huruf tersebut adalah huruf besar atau kecil.

Selain itu, penukaran ini membolehkan huruf huruf ASCII dipertunjukkan dan kombinasi 8 titik ini diekodkan dalam standard Unicode.


Braille boleh dihasilkan menggunakan batuan loh ( slate) dan stilus ( stylus ) di mana titik dihasilkan daripada belakang muka kertas, menulis dengan gambar cermin, menggunakan tangan, atau menggunakan mesin taip Braille yang dikenali sebagai Perkins Brailler. Braille juga dapat dihasilkan menggunakan mesin cetak Braille yang disambung kepada komputer.

Huruf dan nomor



A, 1





B, 2





C, 3





D, 4





E, 5





F, 6





G, 7





H, 8





I, 9





J, 0





K





L





M





N





O





P





Q





R





S





T





U





V





W





X





Y





Z





Mesin Ketik dan Cetak Huruf Braille

Perkins Brailler


Perkins Brailler

Perkins Brailler adalah sebuah mesin rancangan David Abraham di tahun 1952 yang digunakan untuk mengetik huruf Braille. Sistem pemakaiannya sangat mirip dengan mesin ketik biasa. Setiap abjad direpresentasikan oleh keenam titik-titik timbul Braille sehingga jika dirangkai dapat membentuk kata-kata. Selain kombinasi titik timbul huruf Braille, Perkins Brailler juga memiliki tombol spasi, tombol backspace untuk menghapus dan tombol spasi per baris. Layaknya mesin ketik manual, Perkins Brailler memiliki dua sisi alat putar untuk memasukkan dan mengeluarkan kertas.

Mesin Cetak Huruf Braille

Untuk mencetak buku maupun bahan bacaan dengan huruf Braille, dapat menggunakan seperangkat komputer dan mesin pencetak relief huruf Braille yang dihubungkan melalui paralel port yakni LPTI. Cara kerja komputer ini adalah mengetikkan abjad biasa ke dalam suatu program yang kelak akan mengubahnya menjadi huruf Braille. Hasil konversi kemudian tampil di layar dan siap untuk dicetak melalui sebuah mesin pencetak khusus relief Braille yang dilengkapi dengan mikrokontroler MCS 51. Kecepatan mencetak menggunakan mesin tersebut kira-kira 30 menit per halaman dengan 552 karakter.

Rancangan Ponsel Berhuruf Braille

Samsung membuat gebrakan besar dalam bidang komunikasi kaum tunanetra di era komputerisasi dengan ide brilyannya yang mengaplikasikan touch pad berhuruf Braille pada telepon genggam. Produk yang dikembangkan oleh salah satu Pusat Penelitian dan Pengembangan Samsung Global di Shanghai, Cina ini diberi nama Touch Messenger. Atas gagasan tersebut, Samsung berhasil meraih penghargaan tertinggi Gold Award pada forum IDEA: Industrial Design Excellence Award di bulan Agustus 2006.

Ukuran prototipe Touch Messenger Samsung sebesar genggaman tangan orang dewasa dan sekilas tampak seperti perangkat pager. Para pengguna dapat mengetikkan rangkaian kata dengan jempol kanan dan kirinya. Di sisi bawah terdapat LCD layar display huruf Braille sejumlah empat belas karakter dalam sebaris, dan di sisi atas disediakan touch pad berupa sepasang penginput huruf Braille. Keenam titik timbul huruf Braille berada di atas pola grid standar.

Kelebihan lain yang disediakan Samsung adalah kemampuan Touch Messenger untuk mengkonversi huruf Braille menjadi huruf biasa sehingga tidak hanya memungkinkan komunikasi bagi sesama kaum tunanetra, namun juga dengan khalayak luas pada umumnya. Gagasan touch pad yang digunakan dalam Touch Messenger dapat menjadi titik awal dari perkembangan papan ketik bagi pengguna komputer dengan keterbatasan penglihatan. Tidaklah aneh jika Samsung menyebut telepon genggam ini sebagai produk berteknologi tinggi yang berorientasi pada manusia (human-oriented high-tech product).

Perkembangan Lanjut Teknologi Berhuruf Braille

PBB sempat menyerukan di tahun 2006 mengenai Hari Internasional Untuk Masyarakat Penyandang Cacat (International Day for Disabled People) bertemakan e-aksesibilitas”. Artinya kaum tunanetra akan semakin memiliki peluang dalam hal pengaksesan informasi di zaman digital. Contohnya saja pembuatan aplikasi ‘teks-ke-pembicaraan’ (texts-to-speechs) atau ‘layar pembaca’ (screen reader) yang mampu membacakan ketikan teks pada layar komputer bagi pengguna tunanetra.

Masih dalam tahap penelitian, akan dirancang sebuah perangkat antar muka komputer dengan teknologi aktivasi suara (voice activation technology) di mana kata-kata perintah seseorang dapat mengontrol kerja perangkat komputer. Sempat muncul kekhawatiran di kalangan para ahli bahwa kesempurnaan teknologi aktivasi suara akan menggeser penggunaan huruf Braille di masa mendatang. Hal ini mengingat kejadian sebelumnya yang menimpa kode Morse pada saat lahirnya sistem komunikasi digital.

referensi:http://ngobrolaja.com/



You Might Also Like :


0 cuapan:

Posting Komentar